~sederhana


setiap kali membuka jendela dan membiarkan wangi daun derap angin pecahan awan debu jalan dan benih hujan masuk ke dalam kamar, aku berpikir: kapan bisa berhenti menulis buatmu? dibanding mengajak bicara kau yang melulu diam seakan aku pesakitan yang pantas dibuang dan dikucilkan, aku lebih memilih bicara pada komputer pada bantal pada dinding pada tanah pada pohon ketapang. setidaknya mereka tidak memalingkan muka ketika aku bicara.

setiap kali aku menggelar kertas dan membiarkan segala cinta anyir luka asin air mata dan luka lebam dituliskan pena, aku berpikir: kapan bisa menulis buatmu? tapi, duh, lihatlah, bahkan pertanyaan itu telah menjadi puisi sebelum sempat disentuh katakata. sekarang, kau harus tahu menulis puisi ternyata begitu sederhana.

semarang, 17 oktober 2012: 07.50’

Comments

Popular Posts