Sekali Saja


Dari luar bangunan ini kelihatan biasa saja. Setelah kau masuk ke dalam, kesannya akan tetap sama: biasa saja. Aku sudah merasa akrab dengan tempat ini, meskipun mungkin belum hafal sudut-sudutnya.
Ketika masuk lewat gerbang depan, kau akan melihat reruntuhan bangunan bekas ruang dosen, dan juga beberapa alat berat yang sedang mengerjakan proyek. Di sini selalu bising karena proyek itu. Barangkali awal tahun depan barulah semuanya akan selesai.
Di sebelah kanan ada gedung audit kecil yang sudah lama tidak kudatangi. Kami sangat akrab dengan tempat itu semasa masih semester 1, karena ada banyak acara yang harus kami ikuti dan berlangsung di audit berlantai papan itu. Di depan audit dan di halaman ada cukup banyak pohon, tapi bagian yang paling aku sukai adalah deretan pohon cemara kurus dan sebatang pohon kamboja berbunga merah jambu yang bunganya sering kupunguti.
Bangunan ini sudah tua. Ketika pertama kali mendatangi tempat ini pada suatu Minggu sore lebih dari setahun yang lalu, tempat ini bahkan terkesan menyeramkan. Saat itu hampir senja, kami bisa melihat matahari tenggelam di jurang yang tersembunyi di bagian belakang. Lorong-lorong kelas sepi dan gelap, tidak ada lampu yang dinyalakan. Cat tembok kusam mengelupas di sana sini, dan halaman penuh dengan daun-daun kering yang berserakan.
Sekarang keadaannya sudah lebih baik dibanding waktu itu. Aku menikmati berjalan di koridor ketika pagi hari, mendongak mengawasi biru langit dan menyusuri hijau rumput di beberapa bagian. Kadang aku juga memperhatikan pohon-pohon di bukit samping kampus. Semuanya sederhana. Sangat sederhana, tapi aku senang bisa menemukan keindahan dalam kesederhanaan ini.
Setiap kelas hampir sama, dengan kursi-kursi kayu, tembok berwarna krem, beberapa kipas angin rusak, lemari tua, dan sebuah papan tulis. Tentu saja tempat favoritku adalah di kursi dekat jendela. Aku selalu mudah bosan dan sulit berkonsentrasi pada kegiatan di kelas, dan lebih suka memandang keluar atau menulis seperti ini. Jika dihitung-hitung, aku yakin lebih dari 80% tulisanku kubuat saat berada di kelas, bahkan sejak aku masih di SMP.
Kalau kau datang, dengan senang hati aku akan menemanimu berjalan-jalan di sini. Aku akan memungutkan sekuntum bunga kamboja yang jatuh di halaman, dan kau bisa mencium baunya. Aku suka bau kamboja yang itu. Kalau kita beruntung, kita juga bisa menemukan aroma rumput yang baru dipotong. Alat pemotong rumput itu sangat bising dan mengganggu, tapi aku suka aroma khas yang tersebar setelah rumput-rumput itu dipangkas. Tapi kalaupun aroma itu tidak ada, kita akan menemukan bunga-bunga rumput yang kecil dan berbatang kurus. Benih-benihnya mirip seperti benih dandelion, sehingga aku sering meniupnya dan senang melihat mereka melayang-layang bebas di udara. Barangkali kita juga bisa meniupnya bersama-sama?
Kemudian aku akan mengajakmu menaiki anak-anak tangga dan menyusuri lorong-lorong yang sepi di sore hari atau di hari libur. Ada kejutan di belakang kampus: sebuah jurang yang cukup dalam, memperlihatkan cekungan tanah merah yang kadang digenangi air di beberapa bagian. Dari sana kau juga bisa melihat laut utara yang tenang. Dulu aku senang sekali melihat kapal-kapal di laut itu dari ketinggian ini. Rasanya berbeda jika memandang sesuatu dari atas.
Jadi, apa lagi yang mau kau lihat? Kalau bisa aku akan mengajakmu masuk dan duduk di dalam kelas, memandang keluar lewat jendela. Kita bisa bercerita tentang banyak hal, dan aku yakin itu pasti menyenangkan.
Oh ya, di depan perpustakaan ada sebuah pohon jambu air. Kemarin baru saja aku memperhatikannya. Pohon jambu itu sedang berbunga. Kau tahu kan seperti apa bunga jambu air? Putiknya yang putih kekuningan berserakan menutupi tanah di bawahnya, mengingatkanku pada masa kecil ketika aku senang memungutinya untuk bermain masak-masakan.
Kau lihat, aku memang seorang pengkhayal, bukan? Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya bertemu denganmu, mendengarmu bicara dan melihatmu mendengarkanku. Kalaupun menurutmu ini berlebihan, tidak masalah. Kadang aku memang seperti ini. Jika aku sudah semakin mengenalku, barangkali kau tidak akan heran lagi.
Jadi, kapan kau akan datang, Kawan?
Setidaknya biarkan aku melihatmu meskipun hanya sekali.

Comments

Popular Posts