Masa Kecil dan Buku-buku

Ada banyak buku di sini sekarang. Aku dan teman-teman sedang menjalankan semacam program pengabdian masyarakat, membuat perpustakaan kecil di panti asuhan dekat kampus. Selama dua hari kami berburu buku di sebuah toko buku besar yang kebetulan sedang menggelar pesta buku.
Sejak dulu aku suka buku. Ketika belum masuk sekolah, aku sudah bisa membaca koran. Waktu itu tentu saja aku tidak tahu bahwa orang-orang dewasa di sekitarku menganggap kemampuan itu cukup mengagumkan. Adalah kakekku, seorang pensiunan petugas karcis pasar, yang mengajariku menulis dan membaca. Kami biasa menulis huruf-huruf di lantai dengan kapur. Aku juga tidak ingat kenapa aku senang mempelajari semuanya. Ketika bosan, aku akan menggambari lantai dengan gambar-gambar abstrak yang kuniatkan sebagai gambar gadis cantik. Sementara kakek senang menggambar tokoh wayang. Suatu ketika aku menangis karena aku ingin kakek menggambar “orang”, bukannya makhluk aneh dengan kuku panjang yang menghadap ke samping dan hanya terlihat memiliki satu mata.
Kakek adalah orang yang sangat menyayangiku. Aku senang karena kakek sering membelikanku jajan, meskipun kemudian ibu atau nenek akan memarahi aku dan kakek karena menurut mereka jajan yang kakek belikan terlalu berlebihan. Ketika semakin besar, aku mulai mengerti bahwa tidak semua jajan yang ingin kakek belikan harus kuterima. Aku harus bisa mengukur sendiri jumlah yang pantas untukku.
Kalau dipikir-pikir sekarang, usiaku saat itu belum genap enam tahun, tapi aku sudah bisa membaca dan menulis. Barangkali itu memang agak tidak biasa untuk ukuran zaman masa kecilku. Aku bukan anak kecil yang sejak sebelum TK sudah diikutkan les ke sana kemari. Aku selalu senang membaca dan menulis. Bahkan ketika lulus TK, aku ingat bahwa aku menulis cerita pertamaku tentang kisah persahabatan angsa dan binatang hutan atau semacamnya, gara-gara terpengaruh siaran dongeng di radio kala itu yang sering berkisah tentang dunia binatang.
Ketika teman-temanku berkumpul untuk bermain di rumah seorang teman, aku memilih untuk membaca sebanyak mungkin koleksi majalah Bobo temanku itu. Dia berlangganan majalah Bobo, dan aku sangat menikmati membaca majalah itu ataupun buku-buku cerita lain yang dia punya. Ketika itu kadang-kadang ibu marah karena aku sering sakit kepala, dan ibu menuduh penyebabnya adalah terlalu banyak membaca. Apalagi ibu temanku mendukung pendapat itu. Ibu temanku adalah seorang perempuan ramah yang suka bekerja dan sangat cekatan. Temanku belum punya adik saat itu, jadi dia sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Kadang-kadang kalau aku tidak datang untuk bermain, bapak atau ibunya menjemputku ke rumah. Menurut ibu temanku, aku terlalu banyak membaca sehingga dia takut aku akan sakit kepala. Dia lebih memilih agar aku ikut bermain atau menonton tv.
Tentu saja rumah temanku bukan satu-satunya tempat aku bisa membaca. Orang tuaku memang tidak punya cukup uang untuk membelikanku buku atau majalah, tapi itu tidak menjadi masalah. Seperti anak-anak lainnya, aku suka bermain dan selalu merasa gembira. Anak-anak di sekitar rumah sering berkumpul di rumah Pak Kepala Desa yang dekat dengan rumahku untuk menonton televisi. Pada waktu itu kebanyakan rumah belum memiliki televisi seperti sekarang. Ketika teman-temanku menonton televisi itulah aku lebih memilih untuk membaca majalah Panjebar Semangat koleksi Pak Kepala Desa. Beliau adalah seorang guru, dan aku tidak tahu kenapa kebanyakan guru berlangganan Panjebar Semangat. Beliau juga orang yang sangat ramah dan baik, dan tidak pernah keberatan dengan kegemaranku mengacak-acak koleksi majalah yang biasanya menumpuk di rak televisi. Majalah yang sampai sekarang masih tetap bersampul merah itu sangat akrab dengan masa kecilku. Walaupun bahasa Jawa yang dipakai berbeda dengan bahasa Jawa yang kupakai sehari-hari, aku masih bisa menangkap arti keseluruhannya. Aku paling senang membaca cerita Alaming Lelembut dan Wacan Bocah.
Masa kecil memang selalu indah dan membuatku rindu. Ada begitu banyak kenangan baik yang jelas maupun samar-samar. Tapi bisa kukatakan bahwa masa kecilku adalah saat-saat yang menyenangkan. Kenangan akan majalah Bobo, Panjebar Semangat, dongeng-dongeng peri dan bidadari serta buku-buku yang aku tidak ingat lagi judulnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masa kecilku. Ada banyak cerita lain yang tiba-tiba kuingat sekarang. Aku akan menceritakannya lain kali.

Semarang, 31 Januari 2012: 14.59’

Comments

Popular Posts