Hanya Ini


“Harapan adalah rasa sakit yang panjang. Maka hidup, tak lebih mengekalkan sakit, di punggung berdarah. Tapi menolak menyerah.”

            Hari ini, senja kesepuluh di Bulan Agustus.
Hari ini, hari ke-47 sejak terakhir kali bulan sabit itu terbit di langitku.
Hari ini, aku belum mendengar apapun lagi darimu.
Hari ini, aku semakin tahu, merasa cemas ternyata begitu menyakitkan.
Begitulah manusia yang egois dan kekanak-kanakan ini memikirkanmu.
Kadang-kadang aku malu pada diriku sendiri. Aku sering tidak tahu apa yang kuinginkan. Aku sering kesal tanpa alasan, lalu tiba-tiba dengan penuh kemarahan memandang ponselku yang tidak berdosa dan ingin membantingnya. Tidak. Tidak ada yang salah selain diriku sendiri.
Kadang-kadang aku melakukan berbagai macam hal: membuka-buka koleksi film-menonton sebentar-bosan-ganti film lain, menulis cerpen-beberapa kalimat-berhenti, memutar musik-mencari lagu-memutar ulang lagu yang itu-itu lagi, berbaring di tempat tidur-memandang tembok-membuka ponsel tanpa tahu apa yang akan dilakukan, hanya untuk mengalihkan perhatian. Tidak. Aku tidak marah. Aku hanya sedikit benci pada caraku yang berlebihan ketika mengkhawatirkanmu.

Hari ini, senja kesepuluh di Bulan Agustus.
Hari ini, hari ke-41 sejak aku menulis untukmu.
Hari ini, aku belum mendengar apapun karena aku terlalu kesal pada diriku sendiri.
Aku bertanya pada cermin: apakah ini wajar? Apakah aku memang tidak normal? Apakah aku kekanak-kanakan? Ah....aku lupa. Siapa aku? Bahkan barangkali aku tidak punya sedikit pun hak untuk mencemaskanmu, seperti aku tidak berhak menyuruhmu ini itu atau melarangmu begini begitu.

Hari ini, senja kesepuluh di Bulan Agustus.
Hari ini, aku semakin tahu bahwa menunggu dalam ketidakpastian bisa begitu melelahkan.
Hari ini, aku belum juga menyerah. Tetap begini. Menunggumu.
Aku hanya ingin tahu kalau kau baik-baik saja. Sudah itu. Cukup.

Kampus, 10 Agustus 2012: 17.24’

Comments

Popular Posts