Tujuh Hari Kesepuluh: Kembali ke Temanggung

Minggu ini kata “Temanggung” perlu digarisbawahi dan dicetak dengan huruf kapital. Sebab rasanya tujuh hari dalam minggu ini terpusat pada satu kata itu saja.

Saya tidak terlalu ingat detail minggu ini selain bahwa pada Selasa sore saya pergi ke perpustakaan; pada Rabu sore saya memulai rutinitas baru dengan memberikan les privat di daerah Janti dan pada Kamis sore saya makan malam bersama Dewi di sebuah rumah makan di daerah Kotabaru.

Saya menyukai beberapa kota. Jika Kebumen adalah kota pertama, maka Semarang adalah kota kedua dan Temanggung adalah kota ketiga. Kenapa? Tentu saja karena Kebumen adalah tanah kelahiran, Semarang merupakan kota penuh kenangan dan Temanggung adalah tempat yang membuat saya merasa seperti di rumah.  Dari enam belas penghuni kos sewaktu di Semarang, hanya lima orang yang berasal dari luar Temanggung. Jadi, saya punya tempat banyak untuk menginap dan singgah jika berkunjung ke sana (hohoho).

Selain karena keberadaan teman-teman saya di sana, Temanggung menjadi lebih mengesankan karena saya memang menyukai pegunungan. Hampir di mana saja di Temanggung, saya bisa melihat deretan pegunungan di kejauhan (atau sudah dekat jika saya berada di Parakan dan Ngadirejo), juga gunung Sindoro dan Sumbing yang dulu hanya saya lihat bayangannya saat berangkat sekolah naik sepeda di Kebumen. Udara selalu sejuk atau bahkan dingin di hari yang panas sekalipun. Di sepanjang jalan, saya bisa menemukan banyak sawah dan ladang berisi sayuran yang tidak bisa saya temukan di Kebumen (semacam kol, sawi, dan wortel). Jangan lupakan ladang tembakau! Saya masih ingat betapa girangnya saya ketika bisa menemukan deretan pohon tembakau di ladang dekat rumah Tya (dan foto-foto alay bersama Niza sampai ditertawakan). Dan jangan tanya soal air di sana, baik di kota atau di manapun air Temanggung sama saja dinginnya seperti air es.

Sabtu siang saya berkemas sepulang sekolah dan segera meluncur ke kos Dewi di Gamping. Kami berangkat ke Temanggung sekitar pukul setengah dua (saya nebeng motor Dewi). Hujan sempat turun di Sleman dan kami memakai jas hujan (kemudian terlihat seperti alien di Magelang yang masih cerah). Kami sempat mampir di dekat alun-alun untuk membeli kebab titipan Vona. Pukul empat kurang kami sampai di rumah Gesta dan suasana heboh yang sangat saya rindukan itu kembali saya rasakan. Ada Gesta (tentu saja karena dia tuan rumah), Vona, Viyun (yang masih memakai seragam dari sekolah), Tya dan Ana dari Salatiga. Sayang sekali Yaya batal datang karena neneknya sedang sakit. Semoga lain waktu kami bisa berkumpul bersama di Temanggung atau di Salatiga. Pembicaraan selalu ramai mulai dari soal K-Pop, pekerjaan di sekolah, kabar-kabar terkini dari teman semasa kuliah dan tentu saja tentang topik favorit masa kini: jodoh. Sekitar pukul lima saya bersama Tya dan Ana pergi ke rumah Viyun. Adzan maghrib sudah berkumandang ketika kami sampai di rumah Viyun dan sempat bertemu dengan tetangga depan penjaga toko yang aduhai.

Saya sudah cukup akrab dengan rumah Viyun (dengan rumahnya sih, bukan dengan orangnya hahaha) karena sudah beberapa kali berkunjung dan pernah menginap saat malam tahun baru kemarin. Malam itu kami masak nasi goreng, omelet dan ngobrol-ngobrol di kamar sambil transaksi video-video K-Pop.

Minggu pagi sempurna cerah. Kami bangun tidur (agak kesiangan) dalam udara dingin yang segera membuat lapar (apa hubungannya?). Kami sarapan bubur di sebuah warung dan kemudian sarapan lagi di rumah Viyun. Pukul delapan lebih Lina datang usai malam sebelumnya pulang dari acara ziarah (dan plesiran) ke Pekalongan. Kami langsung transaksi video dan membicarakan favorit baru saya (pelarian dari Tao yang keluar dari EXO): Winner, yang sudah disukai Lina lebih dulu sejak zaman kami masih di Semarang.

(Baiklah, saya tanpa sengaja menyebutkan nama Tao di sini dan saya jadi ingin membicarakannya. Saya bukan EXO-L, tentu saja, saya hanya sedikit mengenal EXO dan menyukai Tao. Tanpa Tao, EXO akan menjadi sayur tanpa cabai buat saya dan itu menyedihkan. Saya tidak paham tentang apakah Tao sudah resmi keluar atau belum, tapi kelihatannya dia malah dibash oleh sekelompok fans EXO sendiri karena sikapnya yang tidak jelas dan saya pun tidak akan berkomentar soal ini. Saya kecewa dan sedih dengan ketidakhadiran Tao di EXO. Padahal saya ingin melihat dia nge-dance Call Me Baby dan Exodus yang seksi itu, tapi dia bahkan belum pernah ikut tampil di comeback stage dan EXO terlihat baik-baik saja tanpa dia. Apapun itu, sepertinya saya tidak bisa lagi melihat EXO tanpa kehadiran bocah konyol yang sering bertingkah bodoh bernama Tao itu. Saya harus move on dan saya pun jatuh cinta pada Nam Taehyun.)

Sekitar pukul setengah sepuluh pasukan yang lain (Vona, Gesta dan Dewi) datang. Destinasi pertama kami adalah Candi Pringapus yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Viyun. Kami sempat kebablasan sebelum putar balik dan menemukan jalan yang benar (dengan sedikit insiden jatuhnya motor Viyun di sebuah tikungan, alkhamdulillah motor beserta Viyun dan Lina yang membonceng di belakang tidak terluka sama sekali).

Candi Pringapus berada di tengah-tengah pemukiman khas daerah pegunungan yang mengingatkan saya pada setting FTV. Candi itu sendiri tidak terlalu besar karena diperkirakan merupakan bagian candi pengawal dari sebuah candi yang lebih besar (yang belum ditemukan sampai sekarang karena diperkirakan meliputi seluruh daerah Parakan, jadi kalau ingin menggali daerah Parakan untuk mencari candi itu, sepertinya rumah Tya dan Lina bisa tergusur?). Tempat itu cukup indah karena walaupun kecil, rumput di sekitarnya dipotong rapi seperti karpet hijau dan ada background pemandangan pegunungan. Agenda apalagi yang bisa kami lakukan di sana selain berfoto-foto alay ria menggunakan tongsis. Kami bahkan sampai memasang pose bergulingan dan tiduran di atas rumput tanpa khawatir ditertawakan oleh orang yang lewat.



image from https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjewZ3wROoOV1RC8ftg38E1tajnIuiOnKopBqFFgi6RJ2DAZaK_Kj9CiT9RLhrOXuQsR6HRVFolj8Chef6lrntUL-3vgShy37-U4wGgQZtWoI84RLr5LYyqgapfFMBft68YQhanBxJWYEY/s320/candi+pringapus+5.jpg

Sekitar pukul sebelas kami pindah lokasi ke Jumprit, masih di kecamatan Ngadirejo juga. Saya sudah pernah melihat tempat itu dari foto-foto di album kenangan SMA Lina, sebuah hutan pinus yang memang bagus untuk dijadikan lokasi pemotretan (semacam hutan karet di daerah BSB, Semarang). Jalan semakin menanjak untuk menuju ke sana, tapi belum memasuki kategori ekstrim menurut saya. Ladang terhampar luas dan gunung (entah Sindoro atau Sumbing) terlihat begitu dekat hingga saya bisa melihat rumah-rumah di kakinya. Agenda kami masih sama: ngobrol, bercanda dan sesi foto-foto. Kami pulang ke rumah Viyun sekitar pukul setengah satu. Usai solat dan makan siang, kami berpamitan dan kembali ke Temanggung (untuk makan siang lagi). Ana tidak ikut makan-makan karena takut kesorean kembali ke Salatiga. Kami makan di rumah makan favorit kami yang biasa. Hitung-hitung hari itu saya dan Lina merayakan ulang tahun ke-22 bias kami Nam Taehyun. Pukul setengah empat saya ikut Dewi kembali ke rumahnya untuk mengambil tas, solat dan kemudian kembali ke Yogya.


image from http://v-images2.antarafoto.com/g-ps/1318398011/manfaat-hutan-11.jpg

Saya sampai di Colombo pukul setengah delapan dan sudah ada dua orang yang menunggu saya: Hanung dan Erni. Dua orang ini adalah teman saya semasa tiga tahun di SMA (untuk Erni, dia adalah teman saya sejak masih TK). Hanung akan mengikuti diklat di PMI Yogya dan Senin besok harus melakukan pendaftaran ke sana. Bertemu teman lama hampir tidak pernah tidak menyenangkan. Sekalipun tubuh saya cukup lelah, tapi kami ngobrol banyak sampai hampir pukul dua belas setelah sebelumnya makan malam di daerah lembah UGM.

Sayang mereka hanya sehari di Yogya. Senin sore keduanya kembali ke Kebumen setelah sebelumnya berfoto-foto ria di dalam kamar kos saya (untuk pertama kalinya ada yang memotret kamar saya).

Sungguh, bertemu dengan teman adalah hal yang selalu menyenangkan. Saya semakin menyadari bahwa ada persamaan pemikiran di antara kami, hal-hal yang dulu tidak atau belum kami pikirkan saat kami masih gadis kuliahan di awal usia dua puluhan. Boleh dibilang kami baru bisa mulai benar-benar melihat kehidupan dalam bentuk yang sesungguhnya, hidup yang memang tidak selalu mudah dan menyenangkan. Apapun itu, selagi masih ada waktu dan kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman semacam itu, saya ingin selalu memanfaatkannya.

Terimakasih untuk semuanya, teman-teman saya di manapun kalian berada. Saya tidak bisa mengatakan banyak hal, tapi sungguh –seperti yang sudah pernah saya katakan, kalian adalah salah satu hal terbaik dari hal-hal baik yang Tuhan berikan pada hidup saya.

YK, 11 Mei 2015

*saya telat posting, malah langsung catatan kesebelas*

Comments

Popular Posts