Perempuan 3 - Hal Kecil



“Minumlah.”

Aku meletakkan cangkir itu di depanmu.

“Bukan kopi, kok,” aku mencoba bergurau. Kau hanya tersenyum datar, lalu berpaling ke jendela. Di luar cerah. Matahari senja bersinar sewajarnya seperti biasa. Halaman rumahku lengang seperti biasa. Kau juga tampan seperti biasa.

“Jadi kenapa harimu tidak menyenangkan?”

Kau beralih menatapku.

Bahkan sampai saat ini, setelah lima tahun sejak aku jatuh cinta padamu –waktu itu kita masih berbaju putih biru– aku masih saja harus mencegah diriku agar tidak meleleh setiap kali kau menatapku dengan mata seperti itu.

“Barcelona kalah tadi pagi.”

Aku meraih cangkirku, menyeruput sedikit coklat hangat di dalamnya. Bersamamu aku biasa minum coklat, bukannya kopi. Kau tidak menyukai kopi. Seperti kau tidak menyukai banyak hal kecil dariku.

“Itu kan hanya sepak bola,” katamu, dengan penekanan pada frase “sepak bola”.

Nah, itu contoh kecilnya: sepak bola.

“Sudah kubilang, itu hanya permainan,” tambahmu.

Aku mendesah pelan sambil mengangkat bahu.

“Dan sudah kukatakan padamu, bagiku itu lebih dari sekedar permainan.”

Aku menekan pada kata “lebih”.

Kau tertawa kecil, seolah-olah aku baru saja mengatakan ada UFO mendarat di halaman. Bagimu apa yang kupercayai adalah lelucon.

“Kau terlalu berlebihan. Kalian berlebihan, semuanya.”

“Jadi orang-orang yang menonton timnas bermain di stadion dengan memakai jersey dan membawa-bawa bendera merah putih juga berlebihan?” tanyaku.

“Ya,” jawabmu singkat, lalu meraih cangkirmu dan meminum isinya.

Aku masih menatapmu tidak percaya. Senja itu pembicaraan kita tidak sehangat biasanya. Seperti coklat yang terpaksa berada di dalam cangkirku.

***

Aku menemukan cerpen ini tertulis di selembar kertas folio ketika sedang membersihkan isi lemari. Tidak ada tanggal, tapi melihat isinya cerpen ini kutulis sekitar awal tahun 2011. Waktu itu aku masih tergila-gila dengan sepak bola, dan seseorang yang kusukai mengatakan aku “lebay” ketika aku kesal setelah tim favoritku kalah bertanding.

Haha. Kalau diingat sekarang lucu juga. Waktu itu aku memang mencintai sepak bola dan jadi mudah tersinggung kalau seseorang mengolokku tentang hal itu.

Comments

Popular Posts