Tujuh Hari Keembatbelas: Awal (dari Sebuah Akhir)
Bulan Juni sepertinya akan menjadi bulan yang penuh dengan
kesibukan.
Syukurlah pada tanggal 1 saya bisa bernapas lega. Jadi
seperti itu rasanya orang gajian. Dan saya mulai sadar bahwa memutar uang
dengan segala macam kebutuhan (serta keinginan) adalah sesuatu yang perlu
dipelajari. Meskipun saya sudah pernah menyandang predikat sebagai anak kos
selama empat tahun, tetap saja ada perbedaan yang cukup besar antara masa
kuliah dan masa bekerja (mengingat masa ngampus rasanya sudah berlalu lama
sekali). Soal gaya hidup dan lingkungan juga ada beberapa perbedaan.
Saya tahu Semarang bukan kota kecil, tapi tempat saya kuliah
dulu –meskipun berada di kota Semarang dan dekat dengan Pantura, bisa dibilang tidak
terlalu ngota (apalagi kalau kampus
pusat, letaknya malah di tengah-tengah pedesaan). Saya juga tidak membawa motor
sendiri, jadi acara jalan-jalan bisa dilakukan dengan cara naik bus trans atau
nebeng teman yang bawa motor. Satu-satunya kampus di daerah kos-kosan saya juga
adalah kampus jurusan saya sendiri. Kampus terdekat dari sana hanyalah UIN
(sekitar lima belas menit naik motor). Kos saya di Semarang berada persis di
tepi jalan, jadi saya tidak merasakan hidup di dalam komplek perumahan yang
padat. Sementara di sini, saya benar-benar hidup di tengah kota di mana
ibaratnya mau ngesot saja sudah bisa sampai ke mall. Tempat kos saya berada di tengah komplek perumahan padat yang
mayoritas juga dijadikan tempat kos (setiap ngesot beberapa kilometer sudah
bisa ketemu kampus-kampus). Jangan tanya soal tempat nongkrong, tempat mejeng, tempat plesiran, event-event besar, semuanya
banyak meskipun saya baru mencoba beberapa (yang baru sedikit sekali dibanding
semua yang ada). Karena itulah mungkin banyak orang betah tinggal di Yogya. Bagaimana
dengan saya? Saya belum bisa menjawab. Barangkali jiwa saya sudah ndeso sampai ke akar-akarnya, jadi meskipun
saya mulai menikmati hiruk pikuk kota, saya masih beranggapan bahwa tempat
ideal untuk dijadikan tinggal seumur hidup adalah di desa.
Kembali ke pokok bahasan.
Dengan adanya hingar bingar di kota ini, saya tidak boleh
mudah tergoda dan harus pandai-pandai menyusun prioritas. Sudah berkali-kali
ada musisi asyik manggung di GOR UNY (yang dari kos saya jaraknya hanya
beberapa menit ngesot), tapi saya belum pernah nonton satu pun. Oke, mungkin
ini tidak relevan, tapi jiwa saya masih muda ya, jadi tolong dipahami bahwa
saya masih tertarik dengan hal-hal begituan. Saya bahkan belum pernah datang ke
event K-Pop atau bunkasai (karena pada dasarnya kurang info atau memang belum ada event itu dalam kurun waktu 3 bulan
lebih saya di sini). Untunglah saya masih bisa membedakan “kebutuhan” dan
“keinginan”. Tapi nggak tahu juga ya
kalau nanti godaan di GOR UNY datang dalam bentuk segerombol bocah-bocah unyu
pakai seragam bernama JKT48. Iya, benar, JKT48 yang itu, yang ada Melodi sama
Nabilah-nya (nonton JKT48 di GOR UNY adalah cita-cita saya jauh sebelum saya
mendaftar kerja di Yogya, kalau harga tiketnya masuk akal semoga saja bisa saya
wujudkan). Untuk event ini hanya ada
satu orang yang saya pikir bisa saya ajak, yaitu adiknya Dewi (ngakak). Bukan
apa-apa, tapi dari sekian banyak orang yang saya kenal, ya cuma dia itu yang
fans hardcore-nya JKT48 sampai punya
tas JKT48, topi JKT48, masang stiker JKT48 di helm, dan masang foto-foto Nabilah
di dinding kamar. Cocok banget kan,
nanti kalau nonton bareng saya bisa nyontek dia fanchant.
Ketika cuaca sudah agak teduh, barulah kami bergerak lagi.
De Hari ingin naik ontang-anting. Saya memilih menjadi juru rekam. Setelah itu
mereka naik bom-bom car (saya kembali merekam), kami salat ashar, foto-foto
lagi dan pulang ketika hari sudah menjelang maghrib. Saya kelaparan sampai
gemetar dan langsung mampir ke salah satu warung tenda di Sagan. Makan
sendirian di warung bukan lagi hal aneh.
Sabtu ini ada Persami dan ujian SKU untuk siswa kelas VI.
Saya kebagian piket Sabtu sore sampai acara selesai. Saya baru pulang pukul dua
siang lebih dari sekolah, istirahat sebentar, mandi dan pergi ke sekolah. Inti
dari keberadaan saya di acara itu adalah mencari makanan karena sudah ada
pembina yang mengurus kegiatan. Sementara kegiatan anak-anak berpusat di
halaman sekolah (di mana mereka mendirikan tenda di atas paving), saya berdiam
di kantor guru dan melakukan aktivitas hiburan: download video. Saya girang
ketika tahu bahwa final liga Champion akan berlangsung Minggu dini hari antara
FC Barcelona melawan Juventus. Bagaimanapun juga saya masih punya ketertarikan
pada sepak bola, terutama FC Barcelona, tentu saja.
Malam itu saya dan teman-teman mengobrol seru sampai larut
malam. Kami tidur di lantai mushola sekolah (karena lupa tidak meminta kunci
UKS). Pukul tiga saya baru bangun dan pergi sendirian ke kantor guru
(sebenarnya suasana agak horor tapi saya sih tidak peduli). Pertandingan sudah
memasuki babak kedua dengan skor 2-1. Messi masih setampan biasa, tapi jujur
saya tidak suka tato di tangannya. Rasa-rasanya Messi sudah tidak polos lagi
(ya emang pernah polos?). Saya beruntung masih sempat menyaksikan satu gol lagi
yang dibuat oleh Suarez berkat umpan dari Messi. Momen yang paling
tunggu-tunggu tentu saja adalah momen penyerahan trofi (dulu saya bisa sampai
menangis pada momen ini). Ada sedikit kesedihan karena itu adalah pertandingan
terakhir sang kapten, Xavi, bersama Barcelona. Tapi tahun ini El Barca telah
membuat satu sejarah lagi dengan meraih treble winner kedua mereka.
Satu per satu teman saya yang lain mulai bangun dan
berdatangan ke kantor. Saya tidak tidur lagi. Pukul setengah satu saya baru
bisa pulang dengan tubuh lelah (meskipun kerjaan saya cuma duduk-duduk, ngobrol
dan membeli konsumsi). Saya tidak berani tidur siang karena sore itu saya harus
memberi les, jadi saya takut kebablasan.
Sebenarnya suasana hati saya sejak Jumat sore tidak terlalu
baik dan malah memburuk pada Minggu pagi hingga saya hampir menangis (dan
benar-benar menangis pada akhirnya). Saya pikir kemungkinan bahwa saya
menggalau sampai menangis tidak terlalu penting, setidaknya untuk yang sudah
menyebabkannya. Pada akhirnya saya tidak bisa mencapai suatu kesimpulan tentang
kenapa itu terjadi atau bahkan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saya
benar-benar gagal paham dan pada akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa.
Ya sudahlah.
Jarak ini memang kadang-kadang bisa menjadi begitu
menyakitkan.
Minggu berikutnya sudah ada kesibukan lain yang menanti: TKM
(Tes Kendali Mutu atau bahasa KTSP-nya Ulangan Kenaikan Kelas), PPDB
(Penerimaan Peserta Didik Baru) dan pembagian rapor. Di tengah-tengah semua itu
ramadhan pertama saya di Yogya juga akan segera datang.
Semoga semuanya berjalan dengan lancar.
YK, 7 Juni 2015
Comments
Post a Comment