Duniamu: Lemari tua Menuju Narnia-ku
Duniamu: Lemari Tua Menuju Narniaku
Kau
tahu?
Sepertinya
tidak. Kau tidak tahu banyak hal karena kau bodoh.
Ketika
dulu aku melihatmu makan sendirian di kantin sekolah, ketika aku melihatmu
bermain basket di lapangan, ketika aku melihatmu duduk membaca buku di
perpustakaan, aku merasa duniamu seperti sebuah lemari tua yang diam di sudut
ruangan: terabaikan, tidak tersentuh dan tidak bisa dibuka. Kalaupun ada yang
bisa membukanya, barangkali isinya berantakan, gelap dan tidak terurus.
Lalu
kenapa aku selalu menatap ke sana?
Barangkali
aku seperti Lucy yang tanpa sengaja membuka lemari itu hanya untuk bermain
petak umpet. Hanya karena tempat itu terlihat menarik. Tapi siapa yang tahu apa
yang ada di dalamnya? Sebuah dunia lain: dunia yang tidak akan dibayangkan
orang lain yang tidak pernah mencoba memasukinya.
Ya,
aku menemukan Narnia-ku di sana.
Lama-kelamaan
aku senang tinggal di sana, menelusur setiap sisi yang tersembunyi yang tidak
bisa dilihat jika aku hanya tinggal di luar lemari. Aku tidak ingin pulang. Aku
ingin tinggal di dalam, di dunia lain yang hangat dan menenangkan itu. Tapi aku
lupa, Narnia hanya mengizinkan orang tinggal selama dia yang menginginkannya.
Narnia bisa mengirim siapa saja pulang dengan cara yang tidak terduga.
Dan
di sinilah aku sekarang, terlempar keluar Narnia.
Aku
hanya menatap kosong kepada lemari tua di sudut itu, berharap aku bisa
membukanya sekali lagi dan menemukannya. Tapi berapa kalipun aku mencoba
membuka dan memasukinya, yang kutemukan hanyalah kekosongan. Narnia itu menutup
dunianya dariku. Dia tidak mengizinkanku tinggal di sana lagi.
Apa
kau tahu?
Apa
kau tahu betapa aku ingin kau kembali menjadi Narnia itu?
Ah,
kau pasti tidak tahu karena kau terlalu bodoh. Kau bodoh, dan aku lebih bodoh
karena masih saja mengharapkanmu mau membuka pintu.
from http://img.cinemablend.com/ |
.
.
.
Pada suatu hari, untuk kesekian kalinya
film Narnia diputar di televisi. Aku ingat benar waktu itu kau bilang kau tidak
suka film fantasy semacam Narnia, Harry Potter, Lord of The Ring dan
sebangsanya. Film itu terlalu berat, katamu. Padahal, menurutku kita hanya
perlu berkhayal, membayangkan sebuah dunia lain di mana keajaiban-keajaiban
mungkin saja terjadi dengan sangat wajar.
Lalu dari mana asal muasal tulisan soal
Narnia yang kutempel di awal tulisan ini?
Aku menulisnya pada bulan Mei tahun 2013,
ketika aku masih berada di Semarang di tengah-tengah studiku. Cuplikan itu
adalah bagian dari fanfiction-ku yang
berjudul “Just Let Me Love You”, chapter ke-11. Aku tidak menyangka, tiga tahun
kemudian, pada saat ini, aku mengalami hal yang mirip dengan yang dialami Adin,
tokoh yang membuat tulisan itu. Cerita-ceritaku dulu masih lumayan picisan
(sekarang mungkin juga masih). Adin dan
Alif adalah side pairing dari pairing utama, di mana Alif adalah
seorang pendiam dan introvert sementara Adin –yang lebih dulu menyukainya,
adalah seorang gadis cerewet yang hobi membaca buku dan menulis di blog.
Biar kuberitahu padamu apa itu Narnia,
sekalipun mungkin sebenarnya kau pernah melihat filmnya meski hanya sekilas.
Narnia adalah sebuah dunia yang lain,
yang penuh keindahan dan begitu banyak keajaiban. Lucy menemukannya lewat
sebuah pintu lemari kayu, meskipun kemudian mereka bisa datang ke Narnia dengan
berbagai macam cara.
Kau, sama seperti yang dikatakan Adin
kepada Alif, adalah Narnia-ku. Kau adalah sebuah dunia lain yang tidak semua
orang bisa melihatnya. Mungkin saat pertama kali kita bertemu, aku memang
melihatmu sebagai sebagai sebuah pintu lemari kayu. Tapi kau membiarkanku masuk.
Kau membukakan pintu dan menunjukkan padaku sebuah dunia lain yang hanya
denganku kau bisa membaginya. Barangkali hiperbolis kalau kukatakan ada hal-hal
yang ajaib. Tapi sungguh, begitu banyak hal yang istimewa, yang aku yakin tidak
semua orang bisa melihat dan merasakannya.
Aku tidak lagi melihat Narnia sebagai
dunia lain. Aku tidak perlu sebuah lemari kayu sebagai batas dan jalan masuk. Aku
mau tinggal di sana, menjadi satu-satunya penghuni yang tidak akan pernah
diusir pergi. Maka biarkanlah aku tinggal, selama kau masih percaya padaku. Kalaupun
semua orang tidak pernah merasakan kehadiranmu, masih ada aku di sini. Kalaupun
tidak ada lagi yang mencarimu, ada aku yang akan menemani. Maka biarkan aku
tetap tinggal, jangan menutup pintu dan mengusirku keluar dari lemari kayumu
itu.
Kita memang tidak mungkin memiliki dunia
untuk berdua. Tapi setidaknya, dengan menghadapi dunia ini bersama, kita akan
menemukan lebih banyak cara untuk bisa berbahagia.
Yogyakarta,
26 September 2016: 23.02’
Sehabis
hujan
Comments
Post a Comment