Pledge
“bekas melukai pasti akan terluka
kesalahan yang tak terhitung, keinginanmu
seharusnya sekarang bertemu saling memandang
kebohongan kecil mengubur hari hari seakan menghindari keraguan
kehilangan maksud hati yang kita tahu
pengorbanan musim dingin yang ke dua kali
kau tak menampakkan dirimu tersesat di hari esok
tanpa mengeraskan suara
Aku mencari kata kata lagi dalam kelukaan
mengumpulkan air mata yang menetes
dibungkus dalam kesepian, hanya hari hari membasahi
cahaya harapan cinta terulang lagi, membakar terlalu dalam
merasakan suara yang tak berdusta
yang pasti berada di sampingmu
mencintaimu seperti itu aku sudah tak butuh, hanya ingin selalu berada di sampingmu
tanpa suara bujukan darimu, aku ingin pergi pecah menjadi kepingan kepingan kecil
dan yang terkecil kata kata terakhir yang ditujukan padamu
jangan lepaskan!
lengan itu menata bentuk mimpi yang sama, meninggalkan kita berdua
kebohongan kecil itu berubah bentuk
menghancurkan nafasnya yang putih
menghilang seakan melupakan arti
sudah berapa kali hati ini terpotong potong
selamat tinggal, dari sini aku mulai berjalan meninggalkanmu
tak akan kehilangan jejak lagi untuk yang kedua kalinya
seakan saling memastikan kepastian cinta kita berdua
karena melihat kesedihan, esok hari kita berdua menghilang, berakhir lagi
jangan menangis lagi.. bernyanyilah!
segalanya terlewati, seperti perubahan musim
kita berdua akan segera berpisah dengan kesedihan,
juga malam yang berkabut
jangan lupa hal yang tak akan berakhir
kita berdua berada dalam mimpi”
Apa yang kau pikirkan setelah membaca bait-bait itu? Jika kau sependapat denganku, kau akan mengatakan bahwa kata-kata dalam tulisan itu indah. Tapi jika kau berpikir bahwa itu adalah puisi yang kutulis, maka kau salah besar. Sebab itu bukan puisi, apalagi puisi hasil tulisanku.
Butuh beberapa waktu untuk meresapinya, tapi sampai sekarang pun aku belum benar-benar mengerti. Sama seperti ketika membaca puisi. Dia yang menulisnya benar-benar romantis dan aku yakin dia pasti bisa menulis puisi yang indah. Bukankah itu juga hampir sama dengan puisi?
Aku membayangkan dia menulis kata-kata itu. Apa yang dia pikirkan ketika menulisnya? Apakah dia menulis tentang dirinya sendiri? Ataukah dia menceritakan seseorang dia kenal? Apakah dia bercerita tentang seseorang yang dia cintai? Aku membayangkan kapan dia menulis kata-kata itu. Apakah ketika pagi, sambil memandangi matahari lewat jendela? Apakah saat malam, ketika dia belum tidur sendirian? Apakah saat hujan turun? Atau ketika dia bermain gitar?
Itu bukan puisi, tapi sebuah lagu yang dia nyanyikan sendiri. Aku tidak tahu perasaan apa yang muncul ketika mendengarkan suaranya menyanyikan larik-larik itu. Aku tidak pernah bosan sampai sekarang, meskipun setiap hari mendengarkannya sampai berkali-kali. Kapan pun, rasanya teringat sesuatu yang entah apa. Dia memang tidak mengucapkannya dengan bahasa yang bisa kumengerti, tapi ada sesuatu ketika aku mendengarkannya, mencoba merasakan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Aku tidak benar-benar mengerti sampai sekarang. Tapi aku menyukainya.
Aku bisa merasakan kesungguhannya menyanyikan lagu itu. Sebenarnya dia terlihat menghayati setiap lagu yang dia nyanyikan, itu menurutku. Dia menulis lirik yang seperti puisi. Kata-kata yang begitu dalam dan menimbulkan penafsiran berbeda-beda untuk setiap orang yang mencoba memahaminya. Yang tahu persis apa arti lirik-lirik itu sebenarnya tentu saja dia sendiri.
Aku sendiri memahaminya dengan caraku, mengartikannya sesuai apa yang aku pikirkan ketika mendengar suaranya menyanyikan baris demi baris itu. Di sana aku merasakan kepedihan, kelukaan, ketidakrelaan akan suatu perpisahan, hingga akhirnya ketegaran untuk menghadapi semua itu dengan sebuah kesetiaan.
Dia, dan orang yang dia kisahkan itu, barangkali sudah saling menyakiti, karena katanya,”Bekas melukai pasti akan terluka.” Bagaimanapun juga dia masih ingin bertemu dengannya untuk saling memandang. Mereka tidak tahu lagi apa yang hati mereka inginkan, karena bahkan mereka saling membohongi untuk menutupi keraguan. “Aku mencari kata kata lagi dalam kelukaan, mengumpulkan air mata yang menetes,”begitulah dia membahasakan kepedihan. Lebih menyakitkan lagi karena dia melewati kesendirian: dibungkus dalam kesepian, hanya hari hari membasahi. Dan ini adalah kalimat favoritku:
Aishiteru nante mou iranai, tada zutto soba ni ite to
---mencintaimu seperti itu aku sudah tak butuh, hanya ingin selalu berada di sampingmu---
Aku merasa kalimat itu sangat dalam dan manis. Tapi bagaimanapun dia mencintainya, akhirnya semua pun “menghilang seakan melupakan arti” karena dia sendiri tidak tahu “sudah berapa kali hati ini terpotong potong.” Dan kata-kata perpisahan itu harus terucap:
Sayounara wa koko ni oite aruki dasou
---selamat tinggal dari sini aku mulai berjalan meninggalkanmu---
Mou nidoto miushinau koto wa nai
---tak akan kehilangan jejak lagi untuk yang kedua kalinya---
Menurutku itu adalah lirik yang paling sedih, dan dia sendiri mengatakan,” karena melihat kesedihan, esok hari kita berdua menghilang, berakhir lagi.” Walaupun begitu, dia memintanya untuk tidak menangis lagi dan justru menyuruhnya untuk bernyanyi. Dia menguatkan diri sendiri bahwa “segalanya terlewati, seperti perubahan musim”, karena memang begitulah hidup yang dijalani setiap orang, terus mengalami perubahan dan perputaran seperti musim. Dia yakin bahwa mereka akan segera berpisah dengan kesedihan dan keadaan gelap mereka yang seperti malam berkabut. Tentu dia merasa kabut itu sudah terlalu pekat untuk dilenyapkan, sehingga memilih dia untuk mengambil jalan yang lain. Hanya saja, dia masih mengingatkan untuk tidak melupakan satu hal yang menurutnya tidak akan pernah berakhir: Futari yume no naka, kita berdua berada dalam mimpi...
Ya, dia tetap berharap meski hanya bisa mewujudkannya dalam mimpi.
Dia tetap menyimpan semua mimpi-mimpi itu.
Begitulah aku memahaminya, entah salah atau benar, atau malah tidak benar sama sekali. Aku hanya mencoba bercerita setelah mendengarkan lagu itu puluhan atau mungkin ratusan kali. Dan masih belum bosan untuk mendengarkannya lagi setiap hari.
Aku tidak yakin kau juga akan menyukainya, karena selera setiap orang berbeda-beda. Tapi jika kau mau mendengarkan suara Ruki yang sangat dalam itu, aku akan memberitahumu judul lagu itu. Judulnya “Pledge”, sebuah janji yang teguh. Dan mereka bernama the GazettE.
Beringin 17, 15 Maret 2012: 20.31’
Comments
Post a Comment