titik dua kurung tutup
“Biasanya setiap aku ulang tahun, akan turun
hujan.”
Seperti tahun lalu.
Aku ingat benar.
Malam itu, aku sedang sok sibuk rapat di kampus
ketika tiba-tiba ada bunyi hujan memukul-mukul atap: hujan pertama di bulan
Oktober. Tidak pernah ada yang istimewa dari hari ulang tahun, sebenarnya. Tapi
entah kenapa malam itu aku menjadi orang yang lebih aneh dibanding sebelumnya
ketika mendadak aku ingin mendapatkan sebuah ucapan selamat ulang tahun darimu.
Dan kalimat sederhana semacam ‘jangan pulang
malam-malam’ menjadi berarti lebih dari yang dimaksudkan.
“Yang pertama kulihat bukan sebuah senyuman, tapi
sebuah wajah kebingungan.”
Sama juga, setahun yang lalu.
Barangkali akulah yang terlalu senang mengingat
hal-hal kecil sedangkan bagimu tidak ada yang perlu diingat bahkan tentang
seperti apa wajahku. Tidak perlu banyak hal untuk mengenalimu selain
keterkejutan dan nada lagu “Pledge” yang tiba-tiba terdengar di sekitar dinding
tempatku berdiri.
Itu benar.
Tidak ada yang memberitahu bahwa jarak kita menyusut
begitu banyak hingga tersisa beberapa meter saja. Kita tidak pernah tahu. Tapi
seperti biasa, takdir senang memberikan kejutan-kejutan kecil yang manis
semacam pertemuan singkat itu.
“Hari ini aku ulang tahun.
Kalau ada hal yang bisa menyembuhkan perasaanku yang
sedang kesal sekarang, itu adalah dua hal.”
Aku suka hujan, tapi aku berdo’a agar di hari ulang
tahunku kemarin tidak turun hujan. Sebab ada acara di sekolah dan api unggun
itu tidak akan berhasil dinyalakan jika hujan turun.
Tuhan mendengar do’a kita. Hujan tidak turun sama
sekali.
Beberapa hal membuatku sangat kesal, seperti biasa,
dan duduk terpisah dikelilingi banyak anak yang sewaktu-waktu bisa muncul
tiba-tiba ternyata menjadi pilihan yang setengah kusyukuri setengah kusesali. Sebab
akhirnya aku mengatakannya, hal yang
seharusnya tidak kukatakan.
Beberapa orang lebih memilih kata “lebay” untuk
mendefinisikan tingkahku. Padahal aku lebih suka kata “aneh.” Tapi ternyata
tidak satu pun dari dua kata itu pernah kau gunakan. Entahlah. Apakah kau yang
terlalu baik atau kau sungguh-sungguh merasa bahwa tingkah anehku sama sekali
tidak mengganggu.
“Apakah kau benar-benar tersenyum?”
Tidak semua hal bisa kuingat dengan baik, misalnya
seperti apa senyummu waktu itu.
Bahkan, kalau harus jujur, aku tidak benar-benar
ingat apakah waktu itu kau tersenyum.
Jadi setiap kali melihat titik dua dan tanda kurung
itu, aku bertanya-tanya apakah di sana kau benar-benar tersenyum? Apakah kau
benar-benar tersenyum, kepadaku?
Yah, baiklah.
Aku memang lebay sekali, ya.
Comments
Post a Comment