Cerita Pengantin (Tidak) Baru 8: Kepada (Calon) Anakku yang Mungkin Masih Menunggu


Apa kabar, Nak?
Barangkali sekarang kau masih ada di sana, merasa begitu damai meskipun bertanya-tanya dan menunggu kapankah kau akan bertemu dengan Bapak dan Ibu.

Maafkan kami, Nak.
Kami yakin Allah selalu punya rencana yang jauh lebih baik dan lebih indah dibanding semua yang telah orang tuamu rencanakan. Lalu apa rencana Allah itu? Kami pun hanya bisa berusaha dan menunggu. Kami tidak mau menduga-duga, mengira-ira, menebak-nebak atau berandai-andai. Semua itu hanya akan membuat hati kami semakin tidak tenang, terutama hatiku. Sebab ibumu ini seorang perempuan, Nak, yang memiliki perasaan jauh lebih rumit dan kompleks dibanding Bapakmu. Tapi aku juga berusaha untuk selalu kuat dan kokoh seperti batu karang, kalau kata Nenekmu. Jadi kalau hanya sekedar pertanyaan orang-orang tentang kapan kau akan datang, atau kenapa kau tak kunjung datang, aku tidak ingin mencemaskannya. Sebab aku ingin punya alasan paling baik ketika berdoa pada-Nya dan memohon kedatanganmu, bukan hanya karena aku bosan dengan pertanyaan orang-orang atau karena aku takut kesepian dan sendirian di hari tua.

Aku juga ingin mengambil dan merasakan hal-hal baik dalam penantian ini, Nak.
Aku jadi lebih banyak belajar dan merenung. Barangkali aku memang belum cukup baik untuk menjadi seorang ibu. Aku masih sering meledakkan emosi, memendam perasaan buruk, tidak sabaran dan bahkan kadang-kadang merasa angkuh dengan secuil kesibukan duniawi yang sebenarnya tidak seberapa. Semua kekurangan itu memang sangat manusiawi, Nak, tapi aku sadar bahwa aku perlu memperbaiki diri. Ibarat kami mengundang seorang tamu dengan penuh niat dan kesadaran, setidaknya kami harus menjadi tuan rumah yang cukup siap dan baik untuk memuliakannya. Sebab jika memang Dia menghendaki kau datang ke dalam hidup kami, kau akan menjadi titipan terbesar dan paling berharga yang harus kami pertanggungjawabkan tidak hanya di dunia, tapi juga pada kehidupan setelahnya.

Tunggulah, Nak, karena kami pun menunggu pertemuan itu.
Barangkali sekarang kau melihat ibu setiap hari berkumpul dan bergurau dengan banyak anak yang lain, lalu kau bertanya-tanya kapankah kau akan berada dalam timangan ibu, tertawa dan bersenda gurau juga. Aku berdoa kau tak akan pernah cemburu, Nak, sebab anak-anak itu juga mengajariku begitu banyak hal. Dari merekalah aku mulai paham bahwa anak-anak adalah makhluk kecil luar biasa yang tidak hanya perlu disayangi, tapi juga dihargai dan dihormati. Dari merekalah aku belajar ketulusan dan memaafkan.

Mereka sering menatapku dengan mata berbinar dan senyum lebar jika aku tersenyum. Kadang mata mereka meredup dan menyiratkan ketakutan jika aku membentak atau menunjukkan rasa kecewa. Tapi mereka selalu memaafkan, kemudian menyayangiku lagi dan lagi. Aku sering merasa bahwa akulah yang belajar lebih banyak dari mereka, bukan mereka yang belajar kepadaku. Sebab aku tidak hanya menjadi seorang guru, tapi juga seorang murid seperti mereka.

Aku akan terus belajar dan belajar, Nak, agar bisa menjadi seorang ibu yang cukup baik untukmu. Tentu aku tidak akan pernah sempurna, tapi setidaknya jika memang Dia akan menitipkanmu kepadaku, kau tidak akan kecewa dan ingin bertukar orang tua dengan anak lain. 

Maka mari kita sama-sama menunggu, Nak. Kami akan belajar, berusaha dan berdoa di sini untuk menyambutmu. Meskipun dunia ini memang tidak selamanya indah, tapi kami ingin kau juga punya kesempatan untuk mengenalnya, mengenal kami juga.

Yogyakarta, 9 Maret 2019: 20.27'

Comments

Popular Posts