Desember
Kita tidak
punya hari jadi.
Barangkali
aku sudah terlalu tua untuk memikirkan hal-hal kecil semacam itu sekalipun
biasanya aku suka untuk mengingat hari dan tanggal-tanggal. Banyak lagu yang
menyebutkan nama bulan dan kadang-kadang aku ingin punya hari istimewa pada
waktu-waktu itu, misalnya November (untuk November Rain-nya Gun ‘n Roses atau
November-nya Franky Sahilatua –sekalipun keduanya adalah lagu patah hati) atau
Januari (untuk 22 Januari-nya Iwan Fals). Tapi sekali lagi, kita memang sudah
terlalu tua untuk memikirkannya, atau mungkin karena kita sudah terlalu lama
saling mengenal sehingga hitungan tanggal dan hari jadi tidak penting lagi.
Pagi itu
kau datang, suatu hari yang mendung di awal Desember.
Gerimis
baru saja mengguyur tanah. Kau memakai kaos abu-abu dan celana training hitam –bisa kutebak bahwa itu
kostum tidurmu tadi malam. Jalan aspal masih basah sewaktu kita berangkat
menuju tempatku akan menunggu bus. Udara dingin. Cuaca lembab. Langit masih
mendung. Gerimis sempat jatuh lagi di tengah jalan, membuatmu bertanya ‘mau pakai jas hujan?’ tapi aku menjawab
‘tidak usah.’
Kita datang
terlalu pagi. Gerimis sudah berhenti dan kita berdiri bersisian di teras sebuah
toko yang masih tutup, menunggu busku datang. Kau menguap beberapa kali –jelas
masih mengantuk. Aku merasa bersalah membiarkanmu mengantarku sepagi itu tapi
kau bilang tidak apa-apa. Barangkali kau pergi dengan tergesa sampai lupa
membawa dompet dan jaket. Sudah kubilang aku tidak suka memikirkanmu harus
kedinginan, tapi kau menolak membawa pulang jaket yang kukenakan.
Kita
berbincang tentang mendaki gunung dan beberapa hal.
Kau tahu,
aku pernah menulis sebuah cerita pendek tentang ini –pertemuan ketika menunggu
bus usai gerimis (sekalipun alur ceritanya tentu saja kubuat lebih dramatis).
Aku sadar meskipun sudah puluhan kali aku sudah menulis adegan romantis dalam
cerita-ceritaku, sejatinya tidak satu pun dari mereka yang pernah kualami atau
pernah menjadi kenyataan.
Barangkali
pagi itu akan menjadi catatan lain.
Akhirnya
busku datang dan seperti biasa kita saling mengulurkan tangan. Kau tahu aku
sering tidak berani menatap matamu, tapi saat itu kau sudah menangkapku.
Rasanya matamu terlalu dekat sekalipun sebenarnya tidak. Kau benar-benar
menatap. Aku tidak gemetar seperti apa yang biasa kubayangkan, tapi aku tidak
bisa menjawab ketika kau mengatakannya.
Satu
kalimat itu. Yang barangkali ingin kudengar setelah sembilan tahun ini.
Akhirnya
bibirmu benar-benar mengucapkannya. Satu-satunya kata yang terpikirkan adalah ‘terimakasih’ sebelum akhirnya aku
melepaskan tanganmu dan berjalan menuju busku.
Jadi
seperti itu.
Busku
berjalan dan aku melihatmu lewat kaca jendela.
Walaupun
itu tidak sedramatis cerita yang kutulis, tapi benar-benar mengatakannya, sama
seperti cerita itu. Jadi bolehkah kuanggap bahwa sebagian cerita itu telah
menjadi kenyataan?
Bulan
Desember yang penuh hujan tidak sepenuhnya membuat kita murung. Ada satu lagu
yang kusuka tentang Desember di antara lagu-lagu lain yang menyebutkan nama
bulan itu: ‘Desember’-nya Efek Rumah Kaca.
Apa kau
sudah pernah mendengarnya? Barangkali suatu hari kita bisa mendengarkannya
bersama-sama.
22 Januari 2015: 18.14’
Comments
Post a Comment