When It Comes to You
Hanya
satu jam. Selalu satu jam.
Sekalipun
tidak ingin mengakuinya, tapi aku sudah menunggu berhari-hari dan kau hanya
memberiku satu jam. Tidak lebih dari enam puluh menit. Kurang lebih tiga ribu
enam ratus detik. Sungguh aneh bahwa aku bahkan tidak berani mempertanyakan,
meminta, mengeluh dan hanya berakhir dengan berusaha mencukupkan diri.
Aku
tahu persis kapan pintu itu akan terbuka. Tremor kecil yang familiar
menyerangku lagi ketika kau berjalan masuk –sekali lagi harus kusebutkan:
tampan seperti biasa. Kau memakai
jaket jeans biru yang kusukai meskipun aku tidak pernah mengatakannya (can’t believe how cliché I am if it comes to
you!).
Jam
dinding di belakang punggungku terus bergerak dan kau memberiku senyuman yang
tak sanggup kuhitung. Hanya satu jam –yang kita habiskan dengan membicarakan
soal (lagi-lagi) politik, pekerjaanmu dan murid-muridku di sekolah, tapi itu
pun sudah cukup untuk mengingatkan bahwa aku sedang jatuh cinta kepadamu.
Kemudian
aku pun tahu persis kapan kau akan menengok jarum jam, memakai kembali jaketmu
yang sempat kau lepas, dan berkata padaku bahwa kau harus pulang. Aku tersenyum
dan menganggukkan kepala meskipun diam-diam hatiku ingin menahanmu lebih lama.
Lalu
momen yang sama terulang lagi.
Beberapa
detik ketika kita berdiri cukup dekat dan kau memberiku tatapan itu. Entah apakah aku yang kelewat
melodramatis atau memang kau yang benar-benar menatapku dengan mata berbeda
dibanding ketika kita saling berbicara. Barangkali ini adalah apa yang kusebut
dalam tulisan-tulisanku sebagai ‘berbicara
tanpa kata-kata’.
Tapi
sungguh, betapa pun tidak pentingnya kata-kata, ketika aku berdiri menatap
punggungmu menjauh dalam kegelapan aku kembali merasa perlu untuk mendengarnya
–mendengar sesuatu entah apa yang ada dalam kepala atau dadamu.
Sebab
aku tidak ingin lagi menjadi orang bodoh yang tertipu oleh asumsi sendiri,
berakhir kehilanganmu seperti dulu tanpa pernah mendengar apapun. Aku hanya
perlu tahu bahwa semua ini nyata –bahwa itu adalah benar kau, yang duduk di
sana untuk tersenyum padaku dan sesekali tertawa. Bahwa itu adalah benar kau,
yang menatapku dengan sepasang mata yang tidak diberikan orang lain kepadaku.
Bahwa apa yang ada di antara kita –apapun itu, adalah sesuatu yang nyata.
Bahwa
aku, tidak lagi-lagi, hanya jatuh cinta
seorang diri.
Hujan.
Akhir September 2014: 17.50’
You gave me one hour
but you gave them the whole day. Yeah, nothing wrong about that and I won’t get
mad at you. Because, like usual, when it comes to you, I just can’t help
myself.
Comments
Post a Comment