Kamu: di antara Korean Wave, J-Rock dan Sepak Bola

Sejak dulu, aku adalah orang yang terlalu mudah menyukai sesuatu dan kemudian melupakannya dengan mudah pula. Ingatan pertamaku semasa SD adalah aku sangat menyukai film-film Bollywood yang waktu itu sedang booming. Cita-citaku saat itu adalah memiliki kamar sendiri dan memasang poster Sakh Rukh Khn di dinding. Tapi  tidak seperti kakak sepupuku yang sampai sekarang masih update berita-berita dari bollywood dan rajin download film india terbaru (meskipun kadang tanpa subtitle), aku bahkan sudah tidak tahu lagi aktor-aktor India zaman sekarang.

Selama SMP aku rajin menonton drama-drama Korea, tapi tidak lantas menjadi K-Popers. Apalagi waktu itu aku masih gaptek alias belum mengenal internet. Hal ini berlanjut sampai SMA. Waktu kelas 2 SMP, aku baru mengenal Naruto dan rajin nonton animenya di tv. Sekalipun waktu itu aku sudah bukan anak-anak lagi, tapi aku membeli buku dan tempat pensil bergambar Naruto dan menempelkan stiker chara-chara Naruto di pintu lemari belajar.


Aku baru benar-benar merasakan cinta pertama ketika aku mengenal sepak bola pada tahun itu juga. Persija dengan kapten Bambang Pamungkasnya menjadi seluruh perhatianku dan menonton langsung pertandingan mereka di stadion masuk ke dalam daftar mimpi-mimpiku saat itu. Aku bahkan bisa ngebut pulang dari sekolah kalau ada pertandingan Persija dan kemudian berebut channel tv dengan adikku lalu menangis ketika Persija kalah dari Persib. Selama kurang lebih 3 tahun, aku merasa tidak bisa terpisah dari sepak bola sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Bagiku, sepak bola selalu lebih dari sekedar permainan. Sepak bola adalah cinta.

Persija di dadaku

Selanjutnya aku harus mengakui bahwa waktu dan keadaan memang bisa mengubah banyak hal. Keadaan pertama yang memaksaku jauh dari sepak bola adalah “tv kos rusak”. Sesekali aku masih ngotot untuk menonton walaupun aku tidak bisa membedakan pemain satu dengan yang lain, bahkan kadang-kadang jumlah pemain di lapangan terlihat menjadi 44 orang. Kadang-kadang aku juga mengungsi di kos teman saat ada pertandingan timnas atau Barcelona. Lama-kelamaan, aku terbiasa dan hanya sesekali menonton berita olahraga untuk mengetahui kabar Messi, hasil suatu pertandingan atau hasil drawing Liga Champion. Awalnya perpisahan itu memang menyakitkan, macam orang baru putus cinta. Tiap kali tidak bisa menonton pertandingan yang kusukai, dadaku rasanya sesak, tapi waktu adalah penyembuh bagi luka-lukaku akan kasih yang tak sampai pada sepak bola.

Aku banyak mengenal dan menyukai hal-hal yang lain setelahnya. Beberapa anime. Bintang-bintang K-Pop seperti Tao EXO, Baro B1A4, Minhyuk CN Blue, BTS, BAP, dan Yoon Shi Yoon. Aku juga sempat mengenal beberapa band J-Rock. Paling heboh ketika aku mendownload sendiri puluhan video The GazettE mulai dari PV, live perform, sampai acara wawancara. Aku bahkan memasang poster Reita hasil cetakan sendiri di dinding kamar kosku.

jeki- netbookku, menjadi korban ke-ababilan-ku

Selalu begitu sejak dulu. Sejak zaman Bambang Pamungkas, Lionel Messi sampai Ruki The GazettE, aku mencetak foto-foto mereka dan menaruhnya di dompet atau menempelnya di buku kuliahku sebagai penyemangat. Untuk bintang-bintang K-Pop yang kusukai sementara, aku hanya menyimpan foto-foto mereka di netbook untuk kujadikan wallpaper sekali-kali.

Cinta keduaku kemudian jatuh pada S4, sebuah boyband lokal yang sempat membuatku agak gila. Aku sukup serius dengan mereka sampai membentuk fanbase di Semarang dan memprakarsai gathering fans. Aku dan teman-temanku bahkan menjadi pengumpul massa saat 2 kali kunjungan S4 ke Semarang.


arthur dan S4 memenuhi pintu lemari
S4's driving me crazy

Kupikir aku benar-benar mencintai Arthur dan S4, tapi lagi-lagi keadaan bisa memaksa hatiku untuk berubah. Dulu aku selalu membuka twitter setiap hari dan hafal jadwal mereka. Aku menulis belasan fanfiction S4 dan merasa wajib mendonwload video-video terbaru mereka yang ada di Youtube. Seiring dengan bertambahnya kesibukan kampus sebagai mahasiswa semester akhir, pelan-pelan aku meninggalkan S4 tanpa sadar. Sesuatu yang kupikir cinta keduaku juga tidak bisa bertahan. Tidak lama setelah itu, S4 bahkan bubar sebelum ulang tahun mereka yang kedua. Aku merasa jahat karena bukan mereka yang meninggalkanku, tapi akulah yang meninggalkan mereka lebih dulu.

Ya. Aku memang tidak bisa seperti teman kosku yang setia pada Super Junior sejak SMA atau teman sekamarku yang memuja Valentino Rossi sejak SD sampai sekarang. Setiap kali menyukai sesuatu, aku tahu suatu hari aku akan melupakannya. Karena itu aku tidak menjadi bagian dari K-Popers atau otaku. Bahkan aku menolak ajakan seorang teman yang mengajakku bergabung di Shikari kampus karena aku hanya menyukai GazettE dan beberapa anime.

Ya, aku memang menyukai Rivaille dari Shingeki no Kyojin sampai pada tahap aku menjadikan salah satu quote-nya sebagai moto di dalam skripsiku. Tapi aku bukan benar-benar fans. Barangkali aku hanya penikmat saja.

halaman moto skripsiku

Kadang-kadang, aku berpikir mungkin saja kau adalah bagian dari hal-hal itu. Aku menyukaimu karena kau adalah semacam yang disebut orang sebagai “too good to be true”. Kamu adalah semacam obsesi, inspirasi, sesuatu yang membuatku bahkan menikmati rasa sakit yang kuciptakan sendiri. Kalau aku menyebutkan hal-hal kecil tapi janggal yang kulakukan karenamu, mungkin kau akan benar-benar memasukkanku ke dalam daftar “orang-orang aneh abad ini”. Seperti saat menyukai Bambang Pamungkas, aku juga menulis puisi dan surat untukmu, mengecek keadaanmu lewat social media, (diam-diam) menyimpan foto-fotomu di (folder paling tersembunyi) di netbookku dan menjadikan tanggal lahirmu sebagai pin atau namamu sebagai password akun-akunku di internet. Persis sekali dengan hal-hal yang kulakukan saat aku menyukai kapten timnas itu.

Aku jadi bertanya-tanya, apakah aku hanya sekedar fansmu? Sekarang sudah hampir 3 tahun, mendekati batas waktu ketika dulu aku mulai melupakan cintaku pada Bepe, tapi perasaanku padamu masih ada. Aku masih menulis untukmu. Aku menghitung hari-hari di mana kita tidak pernah lagi saling menyapa. Aku masih mereka-reka puluhan skenario pertemuan kita yang hanya bisa terjadi jika ada campur tangan takdir. Aku masih selalu saja melihat ke arahmu sambil mendengarkan lagu-lagu yang kau sukai.

Benarkah aku akan melupakanmu –atau setidaknya melepaskanmu seperti yang kulakukan pada sepak bola?

Keadaan yang dulu memaksaku berbuat seperti itu. Hanya dari sebuah tv rusak dan banyak hal berubah. Lalu keadaan seperti apa yang bisa memaksaku berbuat hal yang sama kepadamu?

Jarak?

Aku hanya pernah sekali bertemu denganku, tapi kamu bahkan terasa lebih nyata dibanding udara yang kuhirup tiap detik. Jarak tidak berarti apa-apa selain bahwa aku tidak bisa melihatmu dengan mata kepalaku sendiri. Tapi aku selalu melihatmu.

Kenyataan bahwa kamu memiliki orang lain yang kau cintai?

Kau jatuh cinta beberapa kali dalam 3 tahun ini, sampai-sampai aku bisa menebaknya hanya dengan satu postingan yang tidak biasa di social media. Aku juga sempat menoleh ke arah lain satu kali sewaktu rasa sakitku saat kau jatuh cinta lagi (pada orang lain) tidak tertanggungkan. Tapi tetap saja aku kembali padamu lagi dan lagi tanpa bisa kucegah.

Lalu apa? Apa yang bisa membuatku berhenti?

Bahwa kau tidak pernah lagi berbicara padaku?

Selama ini kenyataan menunjukkan bahwa akulah yang mengajakmu bicara lebih dulu. Berhenti melakukan hal itu juga menjadi sesuatu yang kuputuskan (karena aku tidak ingin terus menerus mengganggumu).

Mungkin hanya selembar kertas undangan bertuliskan namamu dan nama gadis lain yang bisa menghentikanku. Mungkin sebentar lagi, tepat saat 3 tahun aku mengalami ini, aku akan mulai melupakanmu begitu saja. Mungkin malah sebelum itu aku sudah sadar bahwa semua ini sia-sia dan akhirnya memutuskan untuk melihat ke arah lain. Mungkin juga aku akan menjadi benar-benar nekat dengan mengakui perasaanku padamu. Mungkin kamu akan menjadi hantu seumur hidupku. Atau mungkin juga suatu hari kita akan benar-benar bertatap muka dan ternyata aku adalah jodohmu.

Aku tidak tahu. Ada begitu banyak kemungkinan dan bukankah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini? Seperti kemungkinan bahwa kau barangkali akan membaca tulisan ini suatu hari dan berpikir: ‘oh, jadi kau jatuh cinta padaku selama ini?’


Semarang, 19 Mei 2014: 13.30’
di depan kantor sekretaris jurusan

Comments

Popular Posts