I Must Be Crazy




Aku tak peduli lagi meskipun kau bilang aku gila. Aku rindu, rindu, rindu. Jangan ucapkan kata tanya favoritmu lagi: kenapa? Karena aku tidak punya alasan pasti  meskipun biasanya aku akan mengarang jawaban. Sudah sejak kemarin aku semakin menjadi-jadi. Tak cukupkah semua puisi itu membuatmu mengerti? Lalu pagi ini cahaya matahari terlihat berbeda. Matahari begitu cemerlang. Aku membayangkanmu berdiri di bawah cahayanya , pasti berkilau-kilau karena kulitmu yang putih.Aku tidak keberatan terlihat seperti bayang-bayang jika berdiri di sampingmu.
Kemudian aku menyempatkan diri memperhatikan daun-daun mangga yang kekuningan melayang-layang jatuh dari pohonnya. Berputar-putar indah di udara sebelum luruh ke tanah. Kadang aku tidak suka menjadi melankoli seperti ini, tapi menulis selalu jadi menyenangkan. Tidak peduli hanya soal rumput yang baru dipotong di halaman kampus, tentang bunga kamboja merah jambu yang begitu serasi dengan biru langit, atau tentang kamu. Aku hanya menerjemahkan perasaanku sendiri, menguraikan benang-benang rumit yang melilitnya. Sungguh. Aku rindu. Aku rindu. Aku rindu. Tidakkah kau mampu merasakannya, lalu membantu sedikit menenangkanku. Aku tidak akan minta banyak, sebentar saja sudah cukup. Lupakan semua yang kita takutkan selama ini. Lupakan sejenak saja. Aku hanya ingin kamu yang terlihat jelas, melunasi rindu yang melintas jarak selama ini.

Inilah aku.
kamu harus bisa melihatku dengan jelas dan pemahaman yang benar. Aku memang suka menulis. Aku memang senang bicara, tapi bukan karena  aku ingin merajuk dan membujukmu, melainkan karena jika terlalu banyak yang kusembunyikan, aku bisa sakit dan menyesal. 
Aku tak peduli lagi, bahkan jika kau bilang aku gila. Aku memang rindu. Rindu. Rindu.

Akankah kau membayar mahal untuk semua itu?

Semarang, (Lab IPA, kuliah Konsep Dasar IPA  2), 1 Mei 2011
11.51'


Comments

Popular Posts